Namun, kali ini Angga menjadi salah pilih. Padahal orang setampan Angga ibaratnya tinggal memilih gadis model apa saja yang dia suka.
Angga berkenalan dengan Anggi, seorang siswi SMA yang berada tidak jauh dari sekolah Angga. Mereka berkenalan di salah satu tempat olahraga futsal antar sekolah tanding. Seperti biasanya, Angga meminta nomor HP Anggi yang akhirnya diteruskan dengan SMS.
Jika sebelumnya, Angga selalu mudah untuk mendapatkan seorang gadis, kali ini melalui proses panjang, Anggi yang berambut sebahu itu sangat rajin beribadah. Karena itulah saat Angga mengajaknya bertemu, Anggi menolaknya. Pacaran kali ini sungguh berbeda dari sebelumnya, karena hanya dilakukan di rumah Dewi. Itu pun tidak bebas. Putri tunggal Pak Warso dan Bu Heni ini hanya bisa berhadapan.
Meskipun demikian, Angga tetap berjuang untuk dapat mengajak Dewi keluar. Angga memiliki cara yang bagus yaitu dengan cara apel setiap menjelang magrib agar bisa ikut sholat magrib berjamaan di mushola terdekat. Agar dikira anak yang sholeh. Setiap sholat Angga selalu berzikir dan berdoa dengan lama sekali meskipun tidak tahu doanya. Sehingga ayah dan ibu Anggipun mengetahuinya dan mengijinkan Anggi keluar malam bersama Angga di suatu tempat. Angga pun dinasehati ayah dan ibu Anngi untuk selalu berhati-hati dan kata-kata inipun sangat dicamkan oleh Angga. Bahkan, dalam setiap keluar dengan Anggi, Angga selalu berhenti ke Masjid untuk sholat dahulu. Hal inilah yang membuat Anggi semakin kasmaran dengan Angga. Mengetahui itu, Angga menggunakan kesempatannya, Angga mengutarakan keinginannya dengan berkata “Keinginanku begitu kuat hingga menyiksa hatiku, tapi tidak mungkin kulakukan karena melanggar norma dan aturan. Aku ingin menciummu. Seketika wajah Anggi merah padam, Anggi gelisah menerjemahkan apa artinya. Dari sinilah masalah bermula. Setiap bertemu Angga selalu mencium Anggi sampai tubuh Anggi gemetar. Sampai, Anggi berbuat pasrah ketika ia bersama Angga, apapun yang terjadi. Karena ia takut kehilangan Angga.
Anggipun hamil. Beritanya cepat menyebar hingga tetangga-tetangga Anggi berniat untuk menggrebek rumah Angga agar Angga bertanggung jawab. Kejar-kejaran pun terjadi, Angga takut dan lari ke kuburan Cina. Motornya di tinggal di kuburan Cina, dan Angga bersembunyi di semak-semak. Saat itu hujan deras, sehingga pencarian berhenti. Tetangga-tetangga Anggi memutuskan untuk menyita motor Angga yang digunakan sebagai jaminan. Meskipun berhasil menyita sepeda motor pelaku. Ternyata keluarga Anggi tak tahu alamat Angga. Pacaran sampai hamil kok gak tahu alamat pacarnya.
Para pengejar sudah pulang, namun Angga belum keluar dari tempat sembunyinya, saat ia terkena ulat bulu ia tidak tahan gatal-gatal dan keluar. Dia pulang dengan jalan kaki sejauh 4 km dengan pakaian yang basah dan kotor ia tak berani naik angkutan. Masalahnya sepeda motor yang disita adalah milik tetangga. Takut disalahkan, dia menceritakan semuanya.
Malam harinya Angga pergi ke rumah Anggi bersama ayahnya untuk melamarnya. Banyak orang berkumpul disitu. Tubuhnya menjadi gemetar. Dia mengira puluhan orang itu akan menghakiminya secara masal. Dia pun berkata “Maaf Bapak Ibu bukan maksudnya tak bertanggung jawab, tapi saya takut digerebek, karena takut dihakimi massa, saya lari, “Kata Angga”.
Sebenarnya keluarga Anggi takkan berbuat anarkis, tetapi Angga lari dan ini membuat warga panas hati.